Saat ini setiap perpustakaan memerlukan sistem informasi yang terkomputerisasi untuk menunjang pelayanannya kepada pengguna perpustakaan. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan mengaplikasikan sistem otomasi perpustakaan. Namun bagi beberapa perpustakaan yang mempunyai dana terbatas, perpustakaan sekolah dan taman bacaan misalnya, computerized systems adalah hal yang tidak mudah untuk diaplikasikan. Beberapa berpendapat sistem manual adalah pilihan terbaik bagi mereka.
Apa yang terbetik dalam benak orang ketika mendengar kata perpustakaan? Bagi para pencinta buku, perpustakaan adalah ‘surga’ kecil tempat mereka menemukan sejumput kebahagiaan intelektual. Untuk sejumlah tertentu pelajar, mahasiswa, atau peneliti, perpustakaan adalah ‘gudang ilmu’ yang wajib ‘diacak-acak’ isinya untuk menemukan petunjuk yang mereka butuhkan.
Akan tetapi, bagi banyak lapisan masyarakat lain, kata perpustakaan tidak lebih berharga dari program infotainment televisi. Para pekerja dan eksekutif muda barangkali menempatkan perbendaharaan kata perpustakaan di urutan ke sekian, setelah istilah-istilah akuntansi, ekonomi, dan bidang lain yang terkait dengan pekerjaan rutin harian. Bahkan di kalangan pelajar dan mahasiswa sekali pun, kosa kata perpustakaan kalah pamor dengan toko buku, mal, plasa atau hypermarket, dan internet search engine.
Problema Perpustakaan
Ada banyak faktor yang menyebabkan Perpustakaan Nasional tidak menjadi pilihan utama (atau malah bukan pilihan sama sekali) sebagai tempat layanan yang dibutuhkan masyarakat.
Pertama, soal ketidaktahuan. Tidak semua orang paham tentang Perpustakaan berikut peran dan fungsinya. Dalam perspektif lain, Perpustakaan Nasional sering disalahpahami sebagai tempat yang sekadar menyimpan manuskrip dan dokumen lawas bersejarah.
Padahal, perpustakaan ini diarahkan untuk berfungsi sebagai:
a) pusat informasi nasional, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya;
b) pusat deposit nasional, pengemban Undang-Undang Nomor 4 tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam;
c) pusat pengembangan sistem perpustakaan dalam rangka pembina semua jenis perpustakaan;
d) pusat pengembangan dan pembinaan sumberdaya manusia di bidang perpustakaan, serta pusat hubungan dan kerja sama antarperpustakaan di dalam dan di luar negeri.
Mastini Hardjoprakoso[3] menegaskan, seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, termasuk ilmu dan teknologi informasi, perpustakaan modern telah pula memberdayakan hasil-hasil ilmu dan teknologi modern. Karena itu, maka dewasa ini sudah berkembang perpustakaan otomatisasi, perpustakaan elektronik, dan perpustakaan virtual.
Faktor kedua lebih banyak disebabkan oleh ketiadaan atau kekurangan waktu. Khususnya di perkotaan, bagi para pegawai dan kalangan menengah yang bekerja, adalah hal yang hampir mustahil untuk dapat mengunjungi perpustakaan (termasuk Perpustakaan Nasional di Jakarta). Hanya orang-orang tertentulah yang dapat mengakses secara langsung perpustakaan/Perpustakaan Nasional, seperti peneliti, mahasiswa yang tengah mengerjakan skripsi atau tesis, dan siswa lain yang memperoleh tugas dari sekolah. Ketiadaan waktu serta kesibukan membuat kunjungan ke perpustakaan bukanlah pilihan yang tepat. Untuk memenuhi kebutuhan informasi, kalangan ini biasanya memanfaatkan perpustakaan milik kantor, atau mencari dan membeli buku di toko-toko buku, serta menjelajah situs web di internet.
Khusus tentang pemanfaatan internet, informasi mengenai buku dan penerbit kini dengan mudah dapat diakses, baik keluaran lama maupun terkini, dan memungkinkan pembeli memesan secara online. Demikian pula forum-forum diskusi buku telah banyak berdiri. Setidaknya seperti mailing list pasar-buku@yahoogroups.com (berdiri Januari 2000), dengan jumlah anggota lebih dari 1700 orang dari berbagai kalangan, baik pembaca, penerbit, distributor buku, dan penulisnya sendiri. Lewat forum independen ini, khalayak dengan mudah saling bertukar informasi tentang seluk-beluk menulis, mencari, dan/atau memperoleh berbagai jenis buku.
Faktor ketiga adalah ketidaklengkapan.
Faktor keempat yang tak kalah penting adalah kekhawatiran adanya ketidaknyamanan dalam menikmati layanan di Perpustakaan dan perpustakaan-perpustakaan lain pada umumnya. Ketidaknyamanan ini uniknya juga dikeluhkan oleh sebagian responden dalam survei yang disebut di atas sebelumnya. Hal itu berupa mahalnya tarif fotocopy, sarana penelusuran katalog kartu maupun OPAC yang tidak memadai, dan petugas layanan yang kurang komunikatif.
Bagi para pekerja kantoran yang lebih mengandalkan internet, ‘keramahan’ mesin pencari (search engine) seperti Google (www.google.com) dan Yahoo! (www.yahoo.com), serta mesin pencari lainnya (Altavista, Ask Jeeves, dan sebagainya) dipercaya jauh mengalahkan layanan perpustakaan. Mesin pencari tersebut bukan sekadar alat, tetapi juga ‘profesor gratisan’ yang baik, penuh pengertian, dan mampu menyediakan beribu kemungkinan. Secara berkelakar Penulis dapat mengatakan, di perpustakaan setiap pengunjung punya peluang untuk diomeli (atau setidaknya memperoleh vonis tatapan mata penuh kekesalan dari petugas perpustakaan) apabila melakukan kesalahan dalam memasukkan suatu permintaan. Sebaliknya, Google dan Yahoo! malah memberi pengunjungnya tips dan saran, manakala pengguna keliru memasukkan jenis permintaan. Dan bila jenis informasi yang dikehendaki tidak ditemukan, Google dan Yahoo! selalu mengucapkan kata “Sorry” serta menawarkan alternatif pencarian lain. Mesin ini juga tidak pernah marah dan mengeluh terhadap permintaan apapun yang masuk, sehingga terkesan lebih manusiawi dibandingkan petugas perpustakaan sendiri.
Sekadar informasi, untuk Google saja, layanan pencarian yang disediakannya secara cuma-cuma meliputi tak kurang dari 8.058.044.651 (delapan milyar lebih!) halaman web. Ratusan ribu bahkan jutaan di antaranya berbentuk file elektronik novel, jurnal, musik, lagu, dan film serta dokumen lain dari berbagai disiplin ilmu dengan beragam format. Lantas, dengan kenyamanan yang demikian prima, untuk apa bersusah payah menghabiskan waktu ke perpustakaan untuk kemudahan dan kenyamanan yang belum tentu akan diperoleh?
Upaya peningkatan kualitas perppudtakaan
Dengan berbagai masalah dan tantangan di atas, sudah seharusnya Perpustakaan menyesuaikan diri sebagaimana layaknya sebuah organisasi modern bekerja. Pendekatan modern memandang organisasi sebagai suatu sistem yang terbuka[6]. Artinya, ia merupakan bagian tak terpisahkan dari lingkungannya, sehingga bisa jadi organisasi mempengaruhi atau dipengaruhi lingkungan tersebut. Hal ini berbeda dengan pendekatan klasik dan neo-klasik, yang memandang organisasi sebagai sistem tertutup, sehingga peran lingkungan dinafikan. Untuk itu, Perpustakaan Nasional harus cepat tanggap terhadap perkembangan yang terjadi di lingkungan luar dan menyesuaikan strategi dan kegiatannya agar dapat memenuhi apa yang diinginkan lingkungan, sekaligus sesuai dengan tujuan organisasi itu sendiri.
Terkait dengan fungsinya sebagai pusat informasi nasional, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya, harus diakui Perpustakaan belum memiliki tingkat citra yang memenuhi fungsi tersebut. Dengan empat persoalan utama sebagaimana dipaparkan sebelumnya di atas, Perpustakaan Nasional sudah saatnya menyusun strategi yang lebih jelas dan terarah, agar eksistensinya diketahui dan diterima masyarakat sebagaimana mestinya. Sebagai sebuah institusi modern yang ‘menjajakan’ layanan informasi, Perpustakaan perlu mengadopsi atau mengadaptasi konsep komunikasi pemasaran seperti yang telah banyak dilakukan lembaga lainnya. Konsep komunikasi pemasaran bukanlah semata milik organisasi atau lembaga komersial, melainkan juga dapat diterapkan oleh organisasi berbasis nirlaba atau non-profit. Beberapa kalangan menyebutnya sebagai upaya marketing (pemasaran) sosial.
Komunikasi pemasaran menekankan lima asas penting yakni[7]: a) pemasaran adalah sebuah proses; b) pemasaran membantu orang dan organisasi memuaskan atau memenuhi kebutuhan mereka; c) pemasaran melibatkan banyak jenis kegiatan dan fungsi; d) pemasaran melibatkan lembaga-lembaga; dan e) tujuan pemasaran adalah membangun dan menjaga hubungan satu sama lain (penyedia layanan dan klien/konsumennya).
Informasi Komprehensif
Pentingnya Kampanye Citra
Dengan demikian, kelak seorang ayah akan dengan bangga membawa anaknya ke Perpustakaan Nasional, sebagaimana mereka bangga membawa keluarganya berplesiran ke toko buku Gramedia dan Gunung Agung. Perpustakaan tidak lagi mengesankan sebuah gedung suram, kuno, dan serius, tempat dokumen-dokumen lama disimpan, melainkan menjadi tempat menarik sebagai pusat perbincangan mengenai perpustakaan itu sendiri, buku, ilmu pengetahuan, dan berbagai informasi mutakhir lainnya.
Yang terjadi saat ini, membayangkan Perpustakaan Nasional sebagaimana layaknya toko buku swalayan besar berdekorasi cerah dan bernuansa kafe, sebagaimana model toko buku seperti QB dan Aksara, amat jauh panggang dari api. Para pebisnis toko buku gaya baru seperti itu harus diakui sukses menggabungkan antara bisnis penjualan buku, gerakan cinta buku dan gemar membaca, sebagai sebuah gaya hidup terhormat. Dalam jangka panjang, Perpustakaan Nasional hendaknya menerapkan pula perpaduan semacam itu dengan modifikasi di sana-sini, sesuai peran dan fungsinya yang telah diatur negara.
Internet dan Masa Depan Perpustakaan
Perpustakaan Nasional harus menyediakan informasi tentang isi dan keunggulan layanannya supaya diketahui dan dinikmati publik, termasuk kalangan yang telah melek dan akrab dengan teknologi. Situs web misalnya, seharusnya berisi content yang komprehensif, tidak sekadar menampilkan daftar koleksi, yang itu pun sering kali tidak lengkap. Yang terjadi selama ini, kalaupun terdapat file atau dokumen yang tersedia secara gratis di internet (www.pnri.go.id), kebanyakan di antaranya hanya berguna untuk kalangan pustakawan sendiri, bukan untuk publik kebanyakan. Padahal, publik ingin tahu, apa yang bisa mereka dapatkan dari situs Perpustakaan Nasional? Bagaimana caranya mendapatkan fotokopi untuk topik-topik spesifik semisal manajemen dan pemasaran, yang mungkin banyak dibutuhkan kalangan perkantoran (selain dengan men-download file gratis berformat PDF dari situs Perpustakaan Nasional).
Usaha ini dapat diwujudkan antara lain dengan penyediaan layanan antar (delivery order) seperti halnya toko buku online (hal yang telah dilakukan oleh toko-toko buku online, contohnya Ekuator). Dengan demikian, meskipun tidak dapat berkunjung secara fisik ke Perpustakaan Nasional, pengguna tetap dapat meminta jasa fotokopi atau pun kumpulan file dalam CD-ROM untuk dikirim ke alamatnya. Jika ini dilakukan dengan serius dan sistematis, menemukan banyak peminat yang masuk kategori seperti ini dan mau bertransaksi secara elektronik tidaklah susah.
Pemanfaatan internet dapat dioptimalkan, misalnya dengan menempatkan petugas Perpustakaan Nasional untuk senantiasa memantau --dan bila perlu terlibat aktif-- memfasilitasi permintaan dan pertanyaan tentang informasi buku serta perpustakaan, baik lewat e-mail yang masuk ke Perpustakaan Nasional dan dialog interaktif di situs www.pnri.go.id, maupun diskusi-diskusi interaktif di berbagai mailing list yang bertopik perbukuan. Perpustakaan Nasional dapat membuat mailing list khusus pengunjung/anggota Perpustakaan Nasional, memasukkan posting tentang buku baru yang baru datang secara rutin ke berbagai mailing list dan kelompok diskusi maya, hingga mengadakan pekan khusus akses gratis berbagai dokumen terpilih yang disediakan oleh Perpustakaan Nasional. Khusus bagi layanan berbasis internet yang terakhir disebut di atas, ternyata terbukti sukses mendulang perhatian publik hingga mancanegara, seperti yang dilakukan oleh Penerbit SAGE Publication sepanjang Oktober 2004 lalu dalam rangka memperingati hari ulang tahunnya. Pengunjung dapat mengakses situs mereka dan men-donwnload secara gratis ribuan dokumen dari berbagai jurnal penelitian dan buku dalam format PDF.
Friday, December 12, 2008
otomatisasi perpus
Posted By: karkun1976 - December 12, 2008About karkun1976
Organic Theme. We published High quality Blogger Templates with Awesome Design for blogspot lovers.The very first Blogger Templates Company where you will find Responsive Design Templates.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment